Monday, July 17, 2017

Diantara hidup dan mati



Pertengahan romadhon tahun 1438 H saya mewakili seseorang penderita HIV, untuk menebus obat di bagian klinik jiwa di sebuah rumah sakit umum di kabupaten G. Rasanya melihat satu penyakit ini cukup ngeri sepertinya namun setelah bertemu mereka rasa ngeri itu terbunuh dan lenyap begitu saja. Pukul delapan pagi antrian sudah melebihi dua lusin saja, kebetulan hari-hari itu sudah mendekati libur hari raya Idul fitri oleh petugas. Dalam ruang klinik jiwa yang kurang lebih sepuluh kali duapuluh meter itu nampaknya semua pasiennya adalah penderita HIV/AIDS, dan saya lihat seluruh poster mengkampanyekan untuk pencegahan dan penindakan terhadap penyakit HIV/AIDS.
Canda dari salah seorang petugas terhadap para pasien menambah suasana menyenangkan diruangan itu, sekedar menanyakan kabar dan keadaan dengan dibumbui humor setidaknya membuat mereka (para pejuang) Tetap memiliki harapan hidup. Menunggu memang memakan cukup waktu, sangat kosong bila saya tetap diam dan tak berharga saya sempatkan bertanya kepada salah satu pasien di samping saya yang seorang difabel, kurus, sawo matang dengan sepasang egrang yang menopang tubuhnya saat berjalan, entah karena apa dia sampai terinfeksi virus ini. Saya tanyakan dia dari mana 'dari desa P mas, lah mas nya sendiri?' sebuah desa dimana terletak kurang lebih sepuluh kilometer dari tempat duduknya saat itu. Kembali dia bertanya kepada saya 'siapa mas yang sakit?' saya jawab dengan santai, 'seseorang, saya hanya mengambil obatnya'. Dia kembali menyela 'masnya juga tertular' entah karena kurang konsentrasi atau apa saya jawab belum, 'Jangan berkata belum mas, kalau bisa harus TIDAK dan JANGAN SAMPAI TERJADI' lanjutnya dengan lancar membuat saya sedikit malu.

Beberapa saat saya membisu saya masih cukup penasaran, dan kami kembali ngobrol di salah satu segmen dia menceritakan bahwa pasien sebelumnya yang dipanggil masih muda, berusia sepantaran dengan saya, ya masih tujuhbelas tahun diantar oleh ayahnya yang telah lansia, bahwa si pemuda tersebut telah terinfeksi, diawali dari kegiatan yang sangat familiar dikalang muda-mudi, yap... Pacaran dan malangnya dia hingga tak mampu mengendalikan nafsunya sendiri hingga terjadi hubungan badan. Sungguh sayang di usia semuda itu sudah harus bertahan di sisa usianya bersama virus HIV. Sungguh saya menjadi orang paling bersyukur rasanya di usia tujuhbelas tahun ini belum pernah merasakan pacaran. Kembali ke obrolan kami, dia memberi banyak sekali pesan bahwa generasi muda saat ini telah cukup rawan, pergaulan sangat mudah tak peduli siapapun dapat terjerumus dalam lingkaran hitam pergaulan bebas itu. Hebat jika para generasi muda dapat mengendalikan dengan bijak pergaulan mereka.

Giliran saya untuk memenuhi panggilan, nampaknya obrolan kami telah selesai, sesaat saya menjadi orang paling beruntung diantara seisi orang di ruangan itu. Pada dasarnya para penderita HIV sedang terancam hidupnya, namun hidup mereka akan lebih panjang bersama semangat yang mereka punya. Betapa kufurnya kita yang berada dalam keadaan sehat namun sesuka hati mengingkari segala batasan yang diberikan oleh tuhan.

*Identitas masing-masing orang tak saya sebutkan kecuali saya sendiri sebagai penulis
*Based on true story.

Sibuk bermimpi


Sebagai anak sekolah yang masih duduk di bangku sekolah tentunya kita banyak diajar tentang bermimpi dan mempunyai cita-cita, entah jadi dokter atau insinyur, bahkan pejabat. Nah daripada itu banyak pelajar indonesia yang dari termiskin sampai terkaya masing-masing mulai menggantungkan mimpi, meskipun ada beberapa yang beranggapan bahwa mimpi dan tujuan itu tak dapat memperbaiki hidup dan sebaliknya para pemimpi mengagungkan dan memprioritaskan mimpi-mimpi mereka agar kelak mencapai kepuasan hidup.

Sayangnya saya tak begitu antusias menghadapi mimpi-mimpi itu, yang benar saja saya memang mempunyai mimpi, mimpi yang besar. Bahkan bagi saya itu diluar jangkauan saya sendiri sebagai anak yang biasa saja, bukan pandai, cerdas pun bukan, kaya? Apalagi :D. Namun konon katanya kaya bukan menjadi jaminan terwujudnya mimpi, karena mewujudkan mimpi tak pernah memandang si kaya maupun si miskin, si kulit putih maupun hitam, si tinggi maupun pendek. Ah tuhan memang benar-benar maha adil. Karena untuk mewujudkan mimpi dibutuhkan sebuah perjuangan yang besar. Kembali... saya sendiri mempunyai mempi yang besar,mungkin takkan saya sebutkan karena saya tau nanti anda sekalian pasti akan tertawa. Namun dengan mimpi itu nampaknya tak membuat saya sendiri termotivasi belajar maupun melakukan apapun yang berguna, tetap saja saya menjadi malas dan benci matematika.

Lulus SMP saya masuk SMK dengan jurusan otomotif, walaupun sebenarnya hidup saya lebih banyak menggambar ya maklum saya tak siap menghadapi mimpi saya sendiri, dalam hal ini saya dihadapkan dalam dua hal yang cukup menentukan, berusaha berlaku realistis dengan segala upaya mewujudkan mimpi, atau terus bermimpi dengan segala tindakan konyol seperti di film-film. Sayangnya saya masuk kedalam jalan konyol hingga lulus smk saya bingung akan melakukan hal apa. Sebelumya niat saya masuk SMK karena ingin langsung bekerja karena kondisi ekonomi dan setelah keluar saya masih saja konyol dan tidak melakukan hal apa-apa. Mengharap pada tuhan itu perlu dan wajib namun jika tak ada upaya dari kita sendiri apa daya?. Padahal nyatanya jutaan orang berkompetisi setiap hari di segala lini perekonomian untuk mendapatkan apa itu dunia dan kesuksesan hidup di dunia. Dan lagi-lagi sampai disini saya masih sibuk bermimpi. Ya kalo mimpi basah, ini Cuma mimpi yang semu dan tak menghasilkan hal apapun yang bermanfaat.

Bermimpi memang perlu namun ada batasan sehingga manusia bertindak secara nyata untuk mewujudkan mimpi. Mimpi melahirkan idealisme, idealisme diwujudkan bersama tindakan realisme maka akan terwujudlah yang namanya mimpi, bukan mimpi dan mimpi saja, maka hidupmu akan jalan di tempat terus gaes.. apalagi kita hidup di-negara yang serba sulit seperti ini, nampaknya bermimpi hampir sama dengan yang namanya gila, gila dalam artian sakit jiwa. Ketika yang lain sudah naik mobil kita masih memakai sepeda onthel dan membayangkan seorang pemimpi yang mengejar mimpi di film-film, terlalu baper jika dijelaskan namun itu yang sudah saya alami, semoga kalian tidak sampai terjebak dalam mimpi. Bermimpilah sesuka hati kalian, setidaknya kalian mempunyai cita-cita dan membuat hidup lebih berguna. Tapi perlu diingat, terlalu lama bergelut dengan mimpi takkan mewujudkan mimpi, justru kalian bakal menjadi jajaran sakit gigi, ehh sakit hati karena tahu kenyataan bahwa mimpi kalian hanya mimpi belaka. Wassalam..