Pertengahan romadhon tahun 1438 H saya mewakili seseorang penderita HIV, untuk menebus obat di bagian klinik jiwa di sebuah rumah sakit umum di kabupaten G. Rasanya melihat satu penyakit ini cukup ngeri sepertinya namun setelah bertemu mereka rasa ngeri itu terbunuh dan lenyap begitu saja. Pukul delapan pagi antrian sudah melebihi dua lusin saja, kebetulan hari-hari itu sudah mendekati libur hari raya Idul fitri oleh petugas. Dalam ruang klinik jiwa yang kurang lebih sepuluh kali duapuluh meter itu nampaknya semua pasiennya adalah penderita HIV/AIDS, dan saya lihat seluruh poster mengkampanyekan untuk pencegahan dan penindakan terhadap penyakit HIV/AIDS.
Canda dari salah seorang petugas terhadap para pasien menambah suasana menyenangkan diruangan itu, sekedar menanyakan kabar dan keadaan dengan dibumbui humor setidaknya membuat mereka (para pejuang) Tetap memiliki harapan hidup. Menunggu memang memakan cukup waktu, sangat kosong bila saya tetap diam dan tak berharga saya sempatkan bertanya kepada salah satu pasien di samping saya yang seorang difabel, kurus, sawo matang dengan sepasang egrang yang menopang tubuhnya saat berjalan, entah karena apa dia sampai terinfeksi virus ini. Saya tanyakan dia dari mana 'dari desa P mas, lah mas nya sendiri?' sebuah desa dimana terletak kurang lebih sepuluh kilometer dari tempat duduknya saat itu. Kembali dia bertanya kepada saya 'siapa mas yang sakit?' saya jawab dengan santai, 'seseorang, saya hanya mengambil obatnya'. Dia kembali menyela 'masnya juga tertular' entah karena kurang konsentrasi atau apa saya jawab belum, 'Jangan berkata belum mas, kalau bisa harus TIDAK dan JANGAN SAMPAI TERJADI' lanjutnya dengan lancar membuat saya sedikit malu.
Beberapa saat saya membisu saya masih cukup penasaran, dan kami kembali ngobrol di salah satu segmen dia menceritakan bahwa pasien sebelumnya yang dipanggil masih muda, berusia sepantaran dengan saya, ya masih tujuhbelas tahun diantar oleh ayahnya yang telah lansia, bahwa si pemuda tersebut telah terinfeksi, diawali dari kegiatan yang sangat familiar dikalang muda-mudi, yap... Pacaran dan malangnya dia hingga tak mampu mengendalikan nafsunya sendiri hingga terjadi hubungan badan. Sungguh sayang di usia semuda itu sudah harus bertahan di sisa usianya bersama virus HIV. Sungguh saya menjadi orang paling bersyukur rasanya di usia tujuhbelas tahun ini belum pernah merasakan pacaran. Kembali ke obrolan kami, dia memberi banyak sekali pesan bahwa generasi muda saat ini telah cukup rawan, pergaulan sangat mudah tak peduli siapapun dapat terjerumus dalam lingkaran hitam pergaulan bebas itu. Hebat jika para generasi muda dapat mengendalikan dengan bijak pergaulan mereka.
Giliran saya untuk memenuhi panggilan, nampaknya obrolan kami telah selesai, sesaat saya menjadi orang paling beruntung diantara seisi orang di ruangan itu. Pada dasarnya para penderita HIV sedang terancam hidupnya, namun hidup mereka akan lebih panjang bersama semangat yang mereka punya. Betapa kufurnya kita yang berada dalam keadaan sehat namun sesuka hati mengingkari segala batasan yang diberikan oleh tuhan.
*Identitas masing-masing orang tak saya sebutkan kecuali saya sendiri sebagai penulis
*Based on true story.
*Based on true story.